"Setelah mengikuti dan mencermati dinamika dalam rapat paripurna soal UU APBN-Perubahan 2012 ini dan telah diputuskan pengambilan rumusan baru pasal 7 ayat 6A tadi, pemerintah menyatakan sependapat dengan hasil tersebut," ujar Menteri Keuangan Agus Martowardojo dalam memberikan sambutan pada akhir rapat paripurna DPR RI yang baru berakhir di Jakarta, Sabtu dini hari.
Rumusan hasil paripurna tersebut sekaligus mengesahkan APBN-Perubahan 2012 yang memulai pembahasannya sejak sebulan lalu akibat adanya peningkatan harga minyak dunia.
Menurut pelaksana tugas Kepala Badan Kebijakan Fiskal Kementerian Keuangan Bambang Brodjonegoro, dengan adanya keputusan ini maka harga BBM bersubsidi tidak akan mengalami kenaikan pada 1 April 2012.
Ia menjelaskan pemerintah baru dapat melakukan penyesuaian harga BBM apabila dalam enam bulan terakhir, harga ICP minyak mengalami kenaikan atau penurunan 15% dari asumsi yang ditetapkan dalam APBN Perubahan 2012 sebesar 105 dolar AS per barel.
Dengan demikian, maka kenaikan harga BBM bersubsidi akan mengalami penundaan karena dalam enam bulan terakhir harga ICP minyak belum mengalami deviasi sebesar 15%.
"Ini harus realisasi dalam enam bulan terakhir. Sekarang belum. Jadi pokoknya tidak hari ini, tidak besok dan tidak dalam waktu dekat (ada kenaikan harga BBM)," ujarnya.
Terkait dengan upaya pengaturan BBM bersubsidi, pemerintah tidak bisa memakai opsi tersebut untuk menjaga beban anggaran subsidi energi karena UU APBN sudah tidak berlaku lagi.
"Pembatasan (BBM bersubsidi untuk) mobil pribadi itu tidak lagi. (karena) tidak ada lagi dalam UU APBN Perubahan," kata Bambang.
Rapat Paripurna DPR RI baru berakhir pada pukul 01.00 dini hari karena terjadi kericuhan dan hujan interupsi yang dilakukan fraksi terkait mekanisme pemungutan suara atas substansi pasal 7 ayat 6A dalam UU APBN Perubahan 2012.
Fraksi PDI-Perjuangan, Partai Keadilan Sejahtera, Partai Hanura dan Partai Gerindra tidak menginginkan adanya tambahan ayat dalam pasal 7 ayat 6 yang menyebutkan harga jual eceran BBM bersubsidi tidak mengalami kenaikan.
Sementara, ayat tambahan yang tercantum dalam pasal 7 ayat 6A berbunyi dalam hal harga rata-rata minyak mentah Indonesia (ICP) dalam kurun waktu berjalan mengalami kenaikan atau penurunan lebih dari 15% dari harga ICP yang diasumsikan dalam APBN-Perubahan 2012, pemerintah berwenang untuk melakukan penyesuaian harga BBM bersubsidi dan kebijakan pendukungnya.
Penjelasan yang dimaksud dengan harga rata-rata minyak mentah Indonesia dalam kurun waktu adalah realisasi harga rata-rata minyak mentah Indonesia selama enam bulan terakhir.
Fraksi yang menyetujui adanya ayat ini adalah Fraksi Partai Demokrat, Partai Golkar, Partai Amanat Nasional, Partai Persatuan Pembangunan dan Partai Kebangkitan Bangsa.
Perdebatan terkait mekanisme pemungutan suara dan tata tertib rapat paripurna tersebut menyebabkan Fraksi PDI-Perjuangan dan Fraksi Hanura meninggalkan ruang rapat serta melakukan aksi walk out ketika hendak dilakukan voting.
Setelah pemungutan suara dilakukan, mayoritas anggota DPR yaitu sebanyak 356 orang, memilih untuk menambahkan ayat 6A. Sedangkan 82 orang sisanya menolak untuk memasukkan ayat tersebut dalam pasal 7. (Antara/faa)sumber:bisnis.com.
Keputusan Sidang Paripurna DPR Rancu
Wakil Ketua Fraksi Gerindra, Ahmad Muzani, mengatakan penambahan ayat ini berpotensi untuk digugat di Mahkamah Konstitusi (MK). ''Karena, penambahan ayat ini bertentangan dengan Pasal 7 Ayat 6 UU APBN 2012 yang mengikat pemerintah untuk tidak menaikan harga BBM bersubsidi,'' kata Ahmad.
Keberadaan Pasal 7 Ayat 6a ini pun dianggap memungkinkan pemerintah untuk menyesuaikan harga BBM bersubsidi berdasarkan harga pasar. Padahal, substansi ini sudah ditolak oleh MK ketika uji materi pasal 28 ayat UU 22/2001 tentang migas yang mengatakan harga BBM berdasarkan harga pasar yang wajar.
‘’Artinya kalau merujuk ke harga ICP, itu bertentangan UUD,’’ ujar Erik Satrya Wardhana dari fraksi Hanura.(sumber: republika.co.id)
FOTO - FOTO AKSI DEMO
{ 0 komentar... Views All / Send Comment! }
Posting Komentar