Penggunaan alkohol sebagai bahan bakar mulai diteliti dan diimplementasikan di Amerika Serikat (AS) dan Brazil sejak terjadinya krisis bahan bakar fosil di kedua negara tersebut pada tahun 1970-an. Brazil tercatat sebagai salah satu negara yang memiliki keseriusan tinggi dalam implementasi bahan bakar alkohol untuk keperluan kendaraan bermotor dengan tingkat penggunaan bahan bakar ethanol saat ini mencapai 40 persen secara nasional.
Di AS sendiri, bahan bakar ethanol relatif murah, misalnya saja E85, yang mengandung ethanol 85 persen semakin populer di masyarakat. Selain ethanol, methanol juga tercatat digunakan sebagai bahan bakar alkohol di Rusia. Pemanfaatan ethanol juga sedang gencar dilakukan di Jepang. Bahkan, Kementerian Lingkungan Hidup Jepang telah menargetkan pada tahun 2008 campuran gasolin dengan ethanol 10 persen akan digunakan untuk menggantikan gasolin di seluruh Jepang.
Kementerian yang sama juga meminta produsen otomotif di Jepang untuk membuat kendaraan yang mampu beroperasi dengan bahan bakar campuran tersebut mulai tahun 2003. Tak heran jika kemudian kendaraan buatan Jepang sudah dilengkapi dengan mesin yang mampu menerima bahan bakar campuran ini.
Pemerintah Indonesia, dalam hal ini Kementerian Negara Riset dan Teknologi telah menargetkan pembuatan minimal satu pabrik biodiesel dan gasohol (campuran gasolin dan alkohol) pada tahun 2005-2006. Selain itu, ditargetkan juga bahwa penggunaan bioenergy tersebut akan mencapai 30 persen dari pasokan energi nasional pada tahun 2025.
Ethanol bisa digunakan dalam bentuk murni ataupun sebagai campuran untuk bahan bakar gasolin (bensin) maupun hidrogen. Interaksi ethanol dengan hidrogen bisa dimanfaatkan sebagai sumber energi fuel cell ataupun dalam mesin pembakaran dalam (internal combustion engine) konvensional.
Pada tulisan ini, dibahas secara singkat: (1) dampak penggunaan ethanol pada mesin pembakaran dalam dengan penyalaan busi (spark ignition), dan (2) implementasi bahan bakar ethanol di Brazil -- negara yang secara serius menggunakan bahan bakar ethanol.
Dewasa ini, hampir seluruh mesin pembangkit daya yang digunakan pada kendaraan bermotor menggunakan mesin pembakaran dalam. Mesin bensin (otto) dan diesel adalah dua jenis mesin pembakaran dalam yang paling banyak digunakan di dunia.
Mesin diesel, yang memiliki efisiensi lebih tinggi, tumbuh pesat di Eropa. Sedangkan komunitas di AS yang cenderung khawatir pada tingkat polusi sulfur dan UHC pada diesel, lebih memilih mesin bensin. Meski saat ini, mutu solar dan mesin diesel yang digunakan di Eropa sudah semakin baik yang berimplikasi pada rendahnya emisi sulfur dan UHC.
Ethanol yang secara teoretik memiliki angka oktan di atas standar maksimal bensin, cocok diterapkan sebagai substitusi sebagian ataupun keseluruhan pada mesin bensin. Terdapat beberapa karakteristik internal ethanol yang menyebabkan penggunaan ethanol pada mesin Otto lebih baik daripada gasolin.
Ethanol memiliki angka research octane 108.6 dan motor octane 89.7. Angka tersebut (terutama research octane) melampaui nilai maksimal yang mungkin dicapai oleh gasolin (pun setelah ditambahkan aditif tertentu pada gasolin). Sebagai catatan, bensin yang dijual Pertamina memiliki angka research octane 88.
Angka oktan pada bahan bakar mesin Otto menunjukkan kemampuannya menghindari terbakarnya campuran udara-bahan bakar sebelum waktunya (self-ignition). Terbakarnya campuran udara-bahan bakar di dalam mesin Otto sebelum waktunya akan menimbulkan fenomena ketuk (knocking) yang berpotensi menurunkan daya mesin, bahkan bisa menimbulkan kerusakan serius pada komponen mesin.
Selama ini, fenomena ketuk membatasi penggunaan rasio kompresi (perbandingan antara volume silinder terhadap volume sisa) yang tinggi pada mesin bensin. Tingginya angka oktan pada ethanol memungkinkan penggunaan rasio kompresi yang tinggi pada mesin Otto. Korelasi antara efisiensi dengan rasio kompresi berimplikasi pada fakta bahwa mesin Otto berbahan bakar ethanol (sebagian atau seluruhnya) memiliki efisiensi yang lebih tinggi dibandingkan dengan bahan bakar gasoline.
Dua ancaman serius yang muncul akibat ketergantungan terhadap bahan bakar gasoline, yakni faktor ekonomi (keterbatasan eksplorasi yang berakibat pada suplai, harga, dan fluktuasinya) dan faktor polusi bahan bakar fosil yang tidak ramah lingkungan, menyebabkan kita mesti memikirkan alternatif energi.
Alternatif energi ini haruslah yang lebih terjamin pengadaannya serta ramah terhadap lingkungan. Gasohol adalah salah satu alternatif yang memungkinkan transisi ke arah implementasi energi alternatif berjalan dengan mulus
2.BAHAN BAKAR MOBIL HYBRID
Mobil Hybrid yang merupakan gabungan motor listrik dan mesin BBM diyakini sangat hemat bahan bakar, karena 1 liter BBM yang dipakai mobil hybrid bisa menempuh hingga 20-30 Km, ini sulit dicapai dengan mobil konvensional.
Namun untuk bisa memproduksi mobil jenis ini di Indonesia butuh 1-1,5 tahun lagi.
"Kalau untuk bisa diproduksi nasional perlu persiapan 1 sampai 1,5 tahun, selama tenggang waktu itu bisa diberikan insentif, agar harganya bisa turun," katanya.
Menurut Hidayat, dengan teknologi yang ditawarkan maka saat ini harga mobil hybrid lebih mahal hingga 40% dibandingkan dengan mobil konvensional. Ia berharap setelah adanya proses produksi di dalam negerinya paling tidak bisa mendekati harga mobil konvensional yang memakai BBM.
Menurutnya saat ini produsen otomotif yang tertarik mengembangkan mobil hybrid adalah Toyota, namun pemerintah juga membuka kesempatan bagi prinsipal lain yang berminat. Saat ini Toyota memiliki beberapa mobil hybrid diantaranya Toyota Prius, Toyota Camry Hybrid.
"Prius saja 1.800 cc, itu saja, menurut saya. Menurut saya mobil ini bisa untuk semua orang harganya Rp 500 juta. Ini juga karena segmen 1.500-1.800 cc paling terbesar pasarnya di Indonesia," katanya.
3.BAHAN BAKAR MOBIL AIR
Produksi massal masih cukup lama
Perusahaan Jepang Gene-pax baru-baru ini memperkenalkan sistem baru yaitu penggunaan energi air yang pertama dan mendemonstrasikan kemampuannya untuk menggerakkan mobil elektrik.
Hal ini telah mengundang banyak keraguan, tetapi Gene-pax mengatakan bahwa mereka sedang mengumpulkan data pihak ketiga untuk mendukung teknologinya dan merencanakan presentasi yang terperinci kepada media.
Ketika melakukan uji coba di Osaka, Jepang, air dituangkan ke dalam suatu kontainer besar di dalam bagasi mobil elektrik kecil itu, dan setelah itu mobil dapat dengan otomatis beroperasi. Sebagian orang berpikir bahwa uji coba ini adalah cara untuk menarik investor, mengutip klaim-klaim yang serupa di masa lalu dan kemudian ternyata tak mungkin dikerjakan.
Berita tentang uji coba mobil berbahan bakar air itu telah menarik perhatian banyak media di Jepang, tetapi Genepax tidak memberitahukan inovasinya secara terperinci.
“Kami memahami kritik-kritik ini karena kami tidak bisa menginformasikan inti bagian dari penemuan ini,” kata Jun Onishi, PR Manager Perusahaan itu.
Menurut Onishi, Genepax bukanlah pabrik mobil tetapi merupakan penemu sebuah sistem yang dapat ‘menghasilkan panas dan elektrik dari air murni.’ Uji coba menunjukkan bahwa air dapat digunakan untuk memotori mobil elektrik. Sistem itu digunakan untuk mengisi Baterai mobil elektrik yang dimanufaktur oleh Takeoka Mini Car Products Co., Ltd.
Sistem Genepax ini menggunakan suatu metode bernama membrane electrode assembly (MEA) atau metode perakitan elektrode membran, di mana Hidrogen digunakan untuk menghasilkanArus elektrik seperti pada sel bahan-bakar hidrogen. Sementara sel bahan bakar hidrogen memerlukan gas untuk diisi dan disimpan di dalam tangki tekanan tinggi, dan hidrogen yang digunakan pada sistem ini secara langsung berasal dari air.
Sistem Genepax mengekstraksi hidrogen dari air secara lebih efektif dibanding metode lain dimana pun. Selama air ditambahkan kepada sistem, hidrogen akan secara terus-menerus diekstraksi.
“Teknologi kami tidak memerlukan energi dari luar untuk memecah hidrogen dan oksigen dari (air),” kata Onishi. Onishi mengatakan bahwa pihak ketiga yang diberi hak akan memberikan data untuk mendukung klaim perusahaan itu.
Genepax telah mendemokan suatu sistem dengan output sebesar 120 watt dan yang lainnya dengan output sebesar 300 watt. Biaya produksi untuk satu sistem berkisar hingga $18,500. Dengan produksi masal, biaya tersebut dapat ditekan hingga $5,000, menurut Genepax.
“Sudah ada beberapa perusahaan yang percaya pada kami dan sedang merencanakan produksi secara massal”, kata Onishi.
Menurut laporan Nikkei Techon, sebuah jaringan media berita teknis di Jepang, mereka sedang berencana untuk merancang sebuah sistem 1 kilowat yang dapat digunakan untuk mengisi baterai sekunder pada sebuah kendaraan elektrik.
4.BAHAN BAKAR MOBIL HIDROGEN
Mobil hidrogen atau sel bahan bakar (fuel cell) segera diproduksi secara komersial. Hal itu terungkap setelah Toyota berhasil menurunkan biaya produksi pembuatan sampai 90 persen. Dengan ini, nantinya, Toyota bisa menjual sedan berbahan bakar hidrogen dengan harga 50.000 dollar Amerika Serikat (AS) atau kurs saat ini setara dengan Rp 470 juta.
Dibandingkan lima tahun lalu, harga tersebut sudah turun separuh. Hal tersebut diceritakan oleh Yoshihiko Masuda, Managing Director Toyota untuk mobil canggih, saat diwawancarai Bloomberg.
Sebelumnya produsen nomor satu dunia hanya berhasil menurunkan sepersepuluh dari biaya produksi mobil hidrogen yang mencapai 1 juta dollar AS. Setelah diproduksi secara massal, harganya bisa ditekan lagi menjadi separuh, seperti yang diperkirakan sekarang.“Target kami, tidak mau rugi bila memperkenalkan mobil baru,” kata Masuda di Torrence, California, pusat penjualan Toyota untuk Amerika Serikat. “Biaya produksi harus bisa ditutup oleh harga kendaraan,” tambahnya.
Dengan harga yang makin terjangkau, akan mempercepat pengembangan teknologi mobil hidrogen yang saat masih tertinggal jauh dibandingkan dengan mobil listrik. Beberapa produsen, seperti Toyota, General Motor, Honda, Daimler AG, dan Hyundai Motor, mengatakan siap menjual mobil sel bahan bakar secara ritel kepada publik pada 2015.
Temukan cara
Untuk membuat harga mobil sel bahan bakar terjangkau, cara yang dilakukan Toyota adalah mengurangi jumlah platina yang digunakan. Di samping itu, Toyota juga telah menemukan cara yang lebih gampang memproduksi lapisan tipis (film) pada sel bahan bakar dan membuat tangki hidrogen dari serat karbon.
Keunggulan mobil hidrogen, emisinya hanya uap air. Jarak tempuhnya lebih jauh dan pengisian ulang lebih cepat dibandingkan baterai (mobil listrik). Kekurangannya, stasiun pengisian masih langka dan perlu biaya mahal untuk infrastrukturnya.
“Hidrogen merupakan elemen yang berlimpah di alam semesta, kita bisa menggunakan untuk selamanya,” kata Gubernur California Arnold Schwarzenegger saat membuka konferensi tentang mobil hidrogen yang diselenggarakan oleh National Hydrogen Asscociation di Long Beach kemarin lusa. “Kita perlu membangunkan pemerintah federal,” tambah bintang Terminator ini.
5.BAHAN BAKAR MOBIL LPG
Toyota Crown mobil dinas Direktur Utama PT Pertamina (Persero), Ari Sumarsono, punya 2 sistem bahan bakar alias hybrid fuel system. Pertama sistem yang menyuplai bahan bakar minyak alias bensin, sedang kedua adalah sistem yang mengandalkan gas elpiji (LPG, Liquefied Petroleum Gas).
Selain orang nomor satu di perusahaan minyak milik negara itu, Toyota Camry yang menjadi mobil dinas jajaran direksi Pertamina juga memakai sistem yang sama dengan tunggangan sang Dirut. Ini merupakan salah satu upaya untuk mendorong pemanfaatan gas elpiji sebagai bahan bakar kendaraan.
“Selain ramah lingkungan, kendaraan berbahan bakar elpiji menguntungkan secara ekonomis karena harganya lebih murah ketimbang bbm,” ucap Novi Feryanto, Service Manager Tunas Toyota Bintaro yang kebagian tugas memasang peranti tersebut di mobil-mobil milik petinggi Pertamina ini. Ia juga yang bertanggung jawab atas instalasi hybrid fuel system di taksi eksklusif Toyota Alphard milik Grup Express.
LPG adalah campuran gas hidrokarbon (C3-C4) yang umum digunakan pada peranti pemanas dan kendaraan. Komposisi penyusun utamanya adalah propana (C3H8) dan butana (C3H8). Gas ini menghasilkan emisi CO2 yang 19% lebih rendah ketimbang hasil pembakaran bensin. Makanya di banyak negara maju LPG banyak dimanfaatkan untuk meningkatkan kualitas udara dan mereduksi emisi greenhouse gas.
Convertion kit yang dipakai adalah produk berlabel BRC Gas Equipment buatan Italia. Paketnya dibuat berdasarkan jumlah silinder mesin (4, 6, atau 8 silinder) dan output tenaga dari sistem tersebut (misalnya 80-90 dk, 100-130 dk, dan sampai 150 dk). “Kita belum pernah menjualnya secara eceran, tapi harga retail untuk kit yang 4 silinder sekitar AS$1.500 plus ongkos pasang sekitar Rp 2 juta,” lanjut pria ramah ini.
Sistem ini dapat dipasang di mobil tanpa perlu melakukan banyak modifikasi pada kendaraan. Anda hanya perlu sedikit merelakan lantai bagasi di bor untuk memasang baut pengikat bracket tangki. “Kita meminimalkan proses pelubangan mobil, karena sebisa mungkin kita memanfaatkan lubang yang sudah ada di mobil untuk tempat mengikat komponen,” ucapnya lagi.
Pengoperasian sistem ini berlangsung secara otomatis. Jika tangki gas berisi penuh dan sistem bekerja dengan baik, mesin mobil otomatis membakar LPG. Jika gas di tangki habis, ECU sistem gas akan meminta sistem bbm mobil untuk bekerja. Ini bisa terjadi karena komputer sistem gas bekerja bersama ECU mobil.
{ 0 komentar... Views All / Send Comment! }
Posting Komentar